Kekerasan terhadap anak, semakin hari semakin mengkhawatirkan. Bagi para orangtua hal ini tentu harus meningkatkan kewaspadaan atas keamanan anak-anaknya terhadap berbagai macan jenis kekerasan yang dialami terhadap anak. Kekerasan-kekerasan terhadap anak memang bervariatif. Antaralain,atas kasus pendidikan, kasus kesehatan dan napza, cybercrime, pornografi dala lain-lain. Anak juga bisa menjadi korban juga jadi pelaku.
Menurut data
yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus kekerasan ini,
tiap tahun mengalami kenaika yang signifikan. Tahun 2011 terjadi 2178 kekerasan,
2012 terjadi 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus, dan hingga
April 2015 terjadi 6006 kasus. Variasi
kekerasannya seperti yang disebutkan di atas, dan kasus tertinggi adalah atas
pengasuhan, 3160 kasus. Sungguh memprihatinkan dan mengkhawatirkan.
Kasus-kasus
kekerasan anak itu, bisa terjadi di rumah atau lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah dan di lingkungan masyarakat. Dari hasil monitoring dan evaluasi KPAI
tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa: 91 persen anak menjadi korban
kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan 17.9
persen di lingkungan masyarakat.
KPAI tentu
tidak setuju, bahwa kasus-kasus kekerasan anak, memakai istilah kejahatan. Karena
istilah tersebut belum dibakukan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maupun di Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas)
.
18.000 Anak Jalanan Yang
Rentan Dieksploitir
Ada 18 ribu Anak Jalanan Tersebar
di Indonesia. Jumlah itu yang terpantau oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI). Mereka sangat rentan sekali menjadi obyek kekerasan, perdagangan, ekonomi,
dan seksual. Banyak faktor, sebagai pemicunya, salah satunya adalah kemiskinan.
Faktor lainnya yang mnyebabkan mereka ‘menggelandang’ di jalanan karena teksploitir, keterpaksaan untuk menyambung
hidup, dan ikut-ikutan karena terpengaruh rekan sebaya atau teman. Dan pada
akhirnya anak-anak ini keenakan hidup di jalanan dan merasa nyaman.
Padahal, kerasnya kehidupan di
jalanan bukanlah dunia yang baik bagi prkembangan anak seusia itu. Belum lagi
penyelesaian atas pelanggaran-pelanggaran terhadap anak-anak jalanan, sedikit
rumit penyelesaiannya, karena menyangkut, pendidikan, sosial, ekonomi dan
hukum.
Dilema itu seperti diakui
oleh Wakil Ketua Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI), Susanto. “Untuk menyelesaikan masalah tersebut, tak
cukup dengan pendekatan hukum saja terhadap para pelaku eksploitasi Anak
Jalanan. Tetapi harus dikolaborasikan dengan pendekatan pendidikan dan
pemberdayaan. Sebab, jika pelaku ditangkap dan dipenjara, tanpa ada upaya
merubah mental, kemungkinan pelaku akan mengulangi perbuatannya itu lagi,” ujar
Susanto, di Jakarta.**