Laman

Rabu, 06 April 2016

Kasus Kekerasan Terhadap Anak, Terus Meningkat


Kekerasan terhadap anak, semakin hari semakin mengkhawatirkan. Bagi para orangtua hal ini tentu harus meningkatkan kewaspadaan atas keamanan anak-anaknya terhadap berbagai macan jenis kekerasan yang dialami terhadap anak. Kekerasan-kekerasan terhadap anak memang bervariatif. Antaralain,atas kasus pendidikan, kasus kesehatan dan napza, cybercrime, pornografi dala lain-lain. Anak juga bisa menjadi korban juga jadi pelaku.
Menurut data yang dirilis Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus kekerasan ini, tiap tahun mengalami kenaika yang signifikan. Tahun 2011 terjadi 2178 kekerasan, 2012 terjadi 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus, dan hingga April 2015 terjadi  6006 kasus. Variasi kekerasannya seperti yang disebutkan di atas, dan kasus tertinggi adalah atas pengasuhan, 3160 kasus. Sungguh memprihatinkan dan mengkhawatirkan.
Kasus-kasus kekerasan anak itu, bisa terjadi di rumah atau lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan di lingkungan masyarakat. Dari hasil monitoring dan evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa: 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan 17.9 persen di lingkungan masyarakat.
KPAI tentu tidak setuju, bahwa kasus-kasus kekerasan anak, memakai istilah kejahatan. Karena istilah tersebut  belum dibakukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maupun di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
.


18.000 Anak Jalanan Yang Rentan Dieksploitir
               Ada  18 ribu Anak Jalanan Tersebar di Indonesia. Jumlah itu yang terpantau oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Mereka sangat rentan sekali menjadi obyek kekerasan, perdagangan, ekonomi, dan seksual. Banyak faktor, sebagai pemicunya, salah satunya adalah kemiskinan. Faktor lainnya yang mnyebabkan mereka ‘menggelandang’ di jalanan karena teksploitir, keterpaksaan untuk menyambung hidup, dan ikut-ikutan karena terpengaruh rekan sebaya atau teman. Dan pada akhirnya anak-anak ini keenakan hidup di jalanan dan merasa nyaman.
              Padahal,  kerasnya kehidupan di jalanan bukanlah dunia yang baik bagi prkembangan anak seusia itu. Belum lagi penyelesaian atas pelanggaran-pelanggaran terhadap anak-anak jalanan, sedikit rumit penyelesaiannya, karena menyangkut, pendidikan, sosial, ekonomi dan hukum.
Dilema itu seperti diakui oleh Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto. “Untuk menyelesaikan masalah tersebut, tak cukup dengan pendekatan hukum saja terhadap para pelaku eksploitasi Anak Jalanan. Tetapi harus dikolaborasikan dengan pendekatan pendidikan dan pemberdayaan. Sebab, jika pelaku ditangkap dan dipenjara, tanpa ada upaya merubah mental, kemungkinan pelaku akan mengulangi perbuatannya itu lagi,” ujar Susanto, di Jakarta.**